2020, Indonesia Perang Saudara

Judul diatas bukanlah ramalan atau pesimis akan keadaan Indonesia saat ini, tahun 2013.

Saya hanya membaca keadaan berdasarkan pengamatan cepat atas apa yang terjadi di tahun 2013 ini. Menurut bacaan sekilas saya, Indonesia menuju ke perang saudara. Mungkin kesimpulan ini terlalu berlebihan. Tapi ini juga mengharapkan antisipasi dari pembaca dan diri saya sendiri.

Karena tanda-tanda kearah hal itu bermunculan dan belum pernah semassif ini selama hidup saya dalam 30 tahun lebih ini. Tanda-tanda yang saya baca adalah hal-hal yang berhubungan dengan keagamaan terutama Islam. Agama sangat kuat untuk menyulut atau dasar untuk berperang.

Orang lain pasti dan boleh berbeda dalam membaca tanda-tanda ini. Diantara tan-tanda yang saya maksud adalah:

1. Kelompok yang berafiliasi secara langsung atau tidak langsung dengan NU merasa terpojokkan oleh berkembang masifnya aliran Wahabi/Salafi di Indonesia. Baik dari ormas seperti MTA, Salafi, ataupun organisasi politik seperti PKS. Pembubaran acara MTA di Purwodadi oleh warga NU dan ditutupnya MTA di Nganjuk, lalu reaksi pamer pencak silat antar MA di Jatim dan panggung Tarung Bebas milik Pagar Nusa di Jatim, semuanya terjadi di tahun 2013. Begitu juga reaksi berani bertarung dan berkelahi atas hinaan orang Salafi ataupun aksi meekan terhadap Syiah dg kekerasan juga.

2. Orang-orang Fundamentalis/Salafi dg berbagai macamnya jelas semakin berani dalam mengkafirkan atau menyesatkan kelompok lain secara terbuka, terutama terhadap Liberal dan Syiah. Seperti juga pembubaran Maulidan di Jogja dan penyesatan terhadap ketua umum PBNU, Said Aqil Siraj. Kelompok fundamentalis yg diberitakan ratusan ikut perang di Siria membantu pemberontak tentu setelah selesai akan pulang ke Indonesia dengan semangat Jihad yang masih membara.

3. Kelompok yang kurang suka/benci dengan simbol-simbol agama begitu bermunculan di Indonesia. Baik yang mengaku Ateis, ber-Islam secara sekuler atau tak terikat aturan-aturan ketat Syariah merasa terpojokkan dan oleh kelakuan kaum agama yang tidak menghargai minoritas, kebebasan beragama, dan perilaku pembubaran diskusi membuat kelompok ini juga pamer kemampuan pencak silatnya.

Disamping itu dikukuhkan dengan tidak adanya atau sulitnya mendialogkan ke-3 kelompok itu untuk saling memahami. Bahkan tidak saling mengundang dalam diskusi membedah kelompok lain. Sebagaimana pesantren NU tidak mau mengundang alumninya yang dianggap telah beraliran Wahabi ketika mendiskusikan Wahabi atau Syiah. Dan juga tidak bisa didatangkannya kaum fundamentalis dalam diskusi-diskusi kelompok Liberal ketika mengkritik fundamentalis. Bahkan 2 hari yang lalu, beberapa mahasiswa kampus Salafi tapi mengaku NU dan yang lain Muhammadiyah menetapkan bahwa Syiah sesat dan salah satunya menghalalkan darah orang Syiah dan orang-orang Liberal.

Kira-kira 5 tahun lagi, kalau tidak ada tindakan mendamaikan dan penguatan terhadap kekuatan pemerintahan Indonesia, saya bisa pastikan akan terjadi perang kecil-kecil meletup di beberapa daerah di Indonesia dan akan dimulai kematian-kematian yang dianggap syahid.

Kontrofersi Wujud Sebagai Ma’qulat Tsaniyah

Pendahuluan

Wujud dalam aliran Sadrian adalah yang Asli, yakni yang memberi efek di Realitas, bukan Mahiyah (Esensi). Dalam pembahasan baik oleh Mulla Sadra sendiri atau pemikir sekarang yang mengikutinya seperti t.M.Misbah Yazdi,selanjutnyanya Wujud dikelompokkan kedalam Ma’qulat Tsaniyah, yaitu konsep-konsep yang datang setelah konsep-konsep yang merupakan Esensi dan Wujud merupakan predikat dari konsep-konsep Esensi tersebut.

Pengelompokan Wujud sebagai Ma’qulat Tsaniyah dianggap tidak konsisten/sesuai dengan prinsip Wujud sebagi yang Asli. Seharusnya Wujud dikelompokkan kedalam Ma’qulat Awwaliyah. Diantara yang berpendapat seperti itu adalah Dr. mohsen Labib dalam disertasinya yang telah dicetak Sadra Press berjudul Pemikiran Filsafat Ayatullah M.T.Misbah Yazdi di halaman 315. Juga pendapat Kamal Haedari di bukunya Falsafah Sadr al-Mutaallihin halaman 157. Dan juga Murtaza Muthohhari di Syarh Manzumahnya Sibzawari halaman 113.

Perlu diingat bahwa Kamal Haedari dalam bukunya yang lain, Durus fi al Hikmah Muta’aliyah syarh Bidayat juz 2 halaman 132 mengatakan kekonsistenan Wujud yg Asli dan sbg Ma’qul Tsani karena ke-2-nya dilihat dari sisi yang berbeda.

Alasan penolakan yang mudah dipahami dijelaskan oleh Kamal Haedari di buku Falsafah Sadr al Mutaallihin, yaitu:

Prinsip Wujud sebagai yang Asli menetapkan bahwa yang nyata diluar adalah Wujud, jadi hal pertama yang diambil oleh manusia dari Realitas adalah Wujud, juga karena Esensi adalah hanya abstraksi dari Wujud oleh Akal.

Alasan selanjutnya dimungkin menurut kami: Dan alat pertama penghubung manusia dan Realitas adalah Panca Indra atau Indra Batin, bukan Akal jadi Esensi yang menggunakan akal sebagai alatnya tidak bisa langsung masuk ke Manusia. Karena itu Wujud sebagai yang Asli mengharuskan Hal pertama yang diketahui manusia dr Realitas adalah Wujud, yakni Wujud sebagai Ma’qulta Awwaliyah dan Mahiyah sebagai Ma’qulat Tsaniyah.

Analisis Masalah

Wujud sebagai yang Asli sebenarnya tidak berkaitan secara langsung dengan Ma’qulat Tsaniyah. Beberapa penjelasan diantaranya di:

– M.T.Misbah Yazdi dalam Ta’liq-nya atas Nihayat al-Hikmah di pembahasan Asolat al Wujud tentang makna Wujud menyatakan bahwa Wujud yang berarti Ma’qul Tsani keluar dari pembahasan Asolat al Wujud.

– Mulla Sadra di Masya’ir bahwa Wujud yang Asli adalah Hakikat atau Realitas yang diceritakan, bukan yang makna mental yang bagian dari Ma’qulat (Konsep).

– Ta’liq atas Asfar juz 2 halaman 232 tentang sisi Wujud yang dikelompokkan dalam Ma’qulat Tsaniyah bahwa Wujud hakiki, yang Asli itu bahkan tidak bisa menjadi Ma’qul apalagi Ma’qul Tsani.

Dari sini bisa dikatakan bahwa pernyataan ketidak-konsistenan antara:- Wujud itu yang Asli – dan Wujud sebagai Ma’qul Tsani, adalah muncul karena pencampuradukan pembahasan, yaitu Ontologi dan Epistemologi. Yakni pembahasan Wujud itu Asli adalah pembahasan Ontologi, sedang Wujud sebagai Ma’qul Tsani adalah Epistemologi. Wujud sebagai Ma’qul atau konsep adalah predikat dari konsep-konsep Esensi. Sedang Wujud sebagai yang Asli adalah Realitas ontologis.

Lalu apakah yang diambil manusia pertama dari Realitas adalah Esensi? Sebenarnya tidak, karena hal pertama yang datang pada manusia adalah Ilm Hudluri, hadirnya wujud obyek. Hal ini meski dalam pengetahuan inderawi. Sebagaimana dijelaskan dalam Usul al Falsafah wa al Manhaj al Waqi’i milik Allamah Thabathabai beserta Ta’liq Murtaza Muthahhari hlmn: 339-358.

Kemudian dari Wujud obyek melalui Ilm Hudluri itu, Akal mengabstrak Ma’qulat, baik Awwaliyah atau Tsaniyah, termasuk Wujud yang berupa Ma’qul tadi.

Tapi pengakuan bahwa hal pertama yang diambil manusia dari realitas adalah Wujud obyek pengetahuan dg Ilm Hudluri tidak berarti Wujud yang Asli menjadi Ma’qul Awwal. Karena Ma’qul adalah Konsep hasil abstraksi Akal, sedangkan pembahasan Wujud sebagai yang Asli tidak tentang konsep. Begitu juga Wujud yang datang dengan Ilm Hudluri ke manusia bukanlah Ma’qul karena Ilm Hudluri tidak berada di dunia konsep, sebagaimana penjelasan Murtaza muthahhari dalam Ta’liq Usus al Falsafah juz 1 hlmn: 342-343.

Kesimpulan

Perlunya memisahkan antara pembahasan dunia konsep dan dunia realitas, yakni  Epistemologi dan Ontologi meskipun keduanya sangat berhubungan.

Wujud: Perbandingan antara Sadrian – Asy’ariyyah

Wujud: Perbandingan antara Sadrian – Asy’ariyyah

Perbandingan akan meliputi beberapa hal, yaitu:

1. Definisi Wujud

2. Hubungan Wujud dan Esensi/Mahiyah

3. Wujud sebagai yang Asli (Asholat al Wujud)

4. Denotasi (mishdaq) kata Aku

Hal yang perlu diperhatikan sebelum perbandingan ini dilakukan adalah bahwa titik tolak pembahasan di ke-2 aliran itu berbeda. Sehingga perbandingan atas suatu ide dari salah satu aliran, sering mengharuskan penggalian konsekuensi tersirat dari suatu pembahasan lain dalam aliran yang lain. Dan dalam tulisan ini saya mengambil Sadrian sebagai titik tolak pembahasan saya, sehingga pencarian makna tersirat akan lebih banyak terjadi di Asy’ariyyah. Alasannya simple, karena Sadrian yang lebih dikenal bernuansa filosofis –meski tidak berarti Asy’ariyyah tidak filosofis-. Ditambah lagi karena saat ini saya lebih sering bergaul dengan Sadrian.

Definisi

· Sadrian Baca lebih lanjut

العقل: هل يُعتبر حفظه بعد تلبّسه بالإيمان فقط او وقبله ايضا؟

العقل: هل يُعتبر حفظه بعد تلبّسه بالإيمان فقط او وقبله ايضا؟

أعني بالتلبس بكون صاحبه مؤمنا, فيحفظ عقلَه شريعة الإسلام بتحريم الخمر و حدّه اذا ارتكب ذلك المحرّم. فهذا مثال لحفظ العقل الجسمي يعني الدماغ. ويحفظه ايضا الشريعة الجرائم المعنوية واكبرها الكفر بعد الإيمان او الردّة. وحفظه منها بتحريمها وحدّ المرتدّ.

فالعقل لغير المؤمن لا يحفظ من المفسد الجسماني مثل قول الفقهاء بعدم تكليف غير المؤمن بالشريعة التي منها تحريم الخمر. و لا يحفظ ايضا من المفاسد المعنوية لأنه في حالة الكفر الذي يُعتبر اقبح الجرائم العقلية.

فالإشكال الذي همّني طوال هذاالوقت هو معني الكفر كقبح و ضرر معنوي للعقل. فمعني الكفر المشهور هو عدم الإيمان بالله او باحد تعاليم الدين الذي يُعدّ ضرورة كونه من الإسلام مثل كون محمد آخر رسل و كون القرآن محفوظا من الخطأ و لو في حرف واحد.

فالكفر بهذاالمعني قد يحصل نتيجة فكر الذي حثّه القرآن كثيرا مثل ما وقع للفيلسف البريطاني برتران رسل. فكيف حثّ للتفكر في وجود الله ولكن يعاقبه اذا لم يصل الي النتيجة التي ارادها؟ و اعتبار التفكر ولو يأتي الي عدم الإيمان بوجود الله بجريمة معنوية للعقل صعب علي الفهم. لأن الحثّ علي التفكر مع وجود نتيجة مقطزعة تجب ان تتّبع لغو محض.

الا اذا كان معني الكفر و الردّة التصديق بالعقل علي وجود الله مع الإنكار لسانا. فهذا يعني تكذيب نفسه. فمثل هذاالعمل ظهر قبحه عندي. و بهذاالمعني فلا يكون كافرا من لا يؤمن بالله بدليل عقلي. فالجاحظ كما قاله الآمدي في كتابه ’الإحكام في اصول الأحكام’ يقول بأن المجتهد في العقائد في الخطأ يثاب كما في الفقه.

وعلي اساس قاعدة حجية القطع ايضا من اصول الفقه الامامي يستطيع ان يقال بان علم الشخص القطعي عنده بعدم وجود الله معذّرية له عند الله.

الحكم الالهي

فهم الحكم الإلهي, مكانته في القرآن و السنة من بين كلّ ما حوله

  1. الشارع او الآمر و الناهي. لأنّه مجرّد فأنزل الوحي و ارسل الأنبياء
  2. قرآن و حديث. و هذان واقع الشارع الموجود بين الناس. منهما استخرجنا خمسة اشياء:

–        المناسب/المقصود من الشارع. وهو المقاصد الخمسة/الستة و هي اما ضرورية, ثم حاجية, ثم تحسينية

–        مصلحة. وهي المحافِظة علي المقاصد الخمسة الضرورية او ما يقوّيها. وهي ايضا الملفوظ ب- المعيَّن المخيَّل و المناسب في باب القياس

–        حكمة. وهي ثلاثة: (أ) المشروع لها الحكم او المصلحة المترتبة علي شرع الحكم. (ب) الوصف المناسب لشرع الحكم (ج ج: 236). (ج) الباعث للمكلف علي الإمتثال لحكمة أخري وهي مقصود الشارع اي المشروع لها الحكم (ج ج: 276)

–        علّة. وهو وصف مناسب منضبط ضابط و ملازم للحكمة

–        احكام. وهي الوسائل المعيَّنة او الكيفيّة لإيجاد مقاصد الشارع من قبل الشارع

فعلي هذي, الغاء الأحكام يعني الغاء واحد من الخمسة. وهذا الإلغاء ليس المقصود الأهم من الشارع لأنه وسيلة او الكيفية فقط. فما دام المقصود حصل فالكيفية صحيحة. والله اعلم بالصواب

 

النظرة الي الفقه لمكانة: الحكم – العلة – الحكمة/ المصلحة

نمرة

الحكم

العلة

الحكمة/المصلحة

1

قتل الكفار

الكفر

حفظ الدين

2

عقوبة الداعين الي البدع

البدعة

حفظ الدين

3

القصاص

القتل العمد بالعداوة

حفظ النفس

4

حدّ الشارب

شرب المسكر

حفظ العقل

5

حدّ الزاني

زنا

حفظ النسب/النسل

6

حدّ السارق

السرقة

حفظ المال

7

حدّ قاطع الطريق

قطع الطريق

حفظ المال

8

حدّ قاذف الزنا

القذف

حفظ العرض

 

فيما المصلحة فيه غير المقاصد الخمسة المعروفة

النمرو

الحكم

العلة

الحكمة/المصلحة

1

جواز البيع

الحاجة الي المعاوضة

ملك الذات

2

جواز الاجارة

الاحتياج

ملك المنفعة

3

وجوب اجارة تربية الطفل

الاحتياج

حفظ النفس

4

خيار البيع

تمام الملك/مقصود البيع

التروي

5

سلب العبد اهلية الشهادة

الرقبة

نقص الرقيق عن منصب الشهادة

6

الكتابة

التوسل الي فكّ الرقبة

الجري علي ما الف من محاسن العادات

 

الحكم

العلة

الوصف المناسب

المصلحة

وجوب القصاص

القتل

العمدية

حفظ النفس

جواز قصر الصلاة

السفر

المشقّة

التخفيف

 

المناسب:

  1. باعتبار افضائه الي المقصود, خمسة (ج ج: 276):

–        يقين – ظنّ – محتمل – نفيه ارجح – الفوات قطعا

  1. باعتبار نفس المقصود, ثلاثة (ج ج: 280):

–        ضروري – حاجي – تحسيني

  1. باعتبار اعتبار الشارع, اربعة (ج ج: 282):

–        مؤثّر – ملائم – الملغي – المرسل (ذا ما يسمّي المصالح المرسلة)

المثال للاعتبار الاول في التطبيق:

رقم

المناسب

الحكم

الحكمة/المقصود

العلة

1

يقين

حلّ البيع

الملك

الاحتياج

2

ظنّ

وجوب القصاص

إنزجار

قتل العمد

3

احتمال/سواء

حدّ الخمر

إنزجار

شرب المسكر

4

نفيه أرجح

جواز نكاح الآيسة

توالد

احتياج

جواز المترفه للقصر

المشقّة

سفر

5

الفوات قطعا

استبراء جارية/أمة

معرفة براءة رحمها

 

 

 

Paradigma: Materi dan Non-Materi

Paradigma Materi dan Non-Materi

Pendahuluan

Paradigma yang saya maksud adalah cara pandang atau dasar pemikiran bagaimana melihat sesuatu. Materi yang saya maksud adalah terutama yang berhubungan dengan duit dan non-materi terutama hal-hal yang berhubungan dengan pikiran dan moral, tentu moral disini bagian yang tidak berhubungan dengan duit karena itu dimasukkan dalam wilayah Materi.

Walau penggunaan istilah itu mungkin tidak sesuai dengan penggunaannya dalam subyek-subyek tertentu, tapi makna yang saya jelaskanlah yang saya pakai disini untuk membahas hal yang saya belum menemukan istilah yang lain. Untuk diketahui bahwa pembahasan dan penggunaan istilah itu berdasarkan bacaan saya atas kejadian-kejadian populer di media yang saya baca dan ketahui.

Fakta atau Kejadian Tersebut

–          Buku sekolahan yang dibakar, bedah buku yang dilarang, konser musik yang dilarang karena alasan moral dan hal-hal yang berhubungan dengan setan, konflik pendirian rumah agama apapun agamanya, pembakaran dan pembunuhan karena beda aliran pemikiran.

–          Korupsi, pemecatan massal, pengerukan sumber daya alam oleh orang luar daerah, bantuan ke bank-bank yang bangkrut, ratusan tempat tinggal terbenam lumpur Lapindo.

Bacaan saya menghasilkan bahwa lembaga-lembaga keagamaan cenderung minim menanggapi hal-hal menyangkut duit dibanding dengan hal-hal yang menyangkut pemikiran/iman atau moral agama.

Paradigma atau Worldview

Permasalahan non-materi ditanggapi bahkan dengan mengorbankan nyawa sendiri dan mengancap/mencabut kehidupan dan keamanan pelaku kesalahan non-materi.

Walaupun secara normatif ada kelompok-kelompok agama yang menyatakan bahwa materi dan non-materi berjalan seimbang, tapi secara massif dan aktif hal normatif itu tidak berjalan. Karena memang hal-hal non-materi ini dianggap lebih perlu diperjuangkan oleh kaum agamawan. Diranah non-materi inilah hubungan langsung dengan konsep balasan/pahala dalam agama.

Tuhan pun dianggap tinggal di ranah non-materi, sehingga hal-hal yang non-materi dianggap lebih berhubungan dengan Tuhan; membelanya berarti membela Tuhan!

 

 

Penelitian

Struktur penelitian sebagai berikut: Rumusan Masalah – Teori – Hipotesa- Pengujian Hipotesa., adalah pengaruh positifisme yang sekarang sudah ditinggal.
Begitu juga perbedaan ekstrim antara Kwalitatif dan Kwantitatif, sekarang banyak farian-farian dan bersinggungan dibawahnya.