Kontrofersi Wujud Sebagai Ma’qulat Tsaniyah

Pendahuluan

Wujud dalam aliran Sadrian adalah yang Asli, yakni yang memberi efek di Realitas, bukan Mahiyah (Esensi). Dalam pembahasan baik oleh Mulla Sadra sendiri atau pemikir sekarang yang mengikutinya seperti t.M.Misbah Yazdi,selanjutnyanya Wujud dikelompokkan kedalam Ma’qulat Tsaniyah, yaitu konsep-konsep yang datang setelah konsep-konsep yang merupakan Esensi dan Wujud merupakan predikat dari konsep-konsep Esensi tersebut.

Pengelompokan Wujud sebagai Ma’qulat Tsaniyah dianggap tidak konsisten/sesuai dengan prinsip Wujud sebagi yang Asli. Seharusnya Wujud dikelompokkan kedalam Ma’qulat Awwaliyah. Diantara yang berpendapat seperti itu adalah Dr. mohsen Labib dalam disertasinya yang telah dicetak Sadra Press berjudul Pemikiran Filsafat Ayatullah M.T.Misbah Yazdi di halaman 315. Juga pendapat Kamal Haedari di bukunya Falsafah Sadr al-Mutaallihin halaman 157. Dan juga Murtaza Muthohhari di Syarh Manzumahnya Sibzawari halaman 113.

Perlu diingat bahwa Kamal Haedari dalam bukunya yang lain, Durus fi al Hikmah Muta’aliyah syarh Bidayat juz 2 halaman 132 mengatakan kekonsistenan Wujud yg Asli dan sbg Ma’qul Tsani karena ke-2-nya dilihat dari sisi yang berbeda.

Alasan penolakan yang mudah dipahami dijelaskan oleh Kamal Haedari di buku Falsafah Sadr al Mutaallihin, yaitu:

Prinsip Wujud sebagai yang Asli menetapkan bahwa yang nyata diluar adalah Wujud, jadi hal pertama yang diambil oleh manusia dari Realitas adalah Wujud, juga karena Esensi adalah hanya abstraksi dari Wujud oleh Akal.

Alasan selanjutnya dimungkin menurut kami: Dan alat pertama penghubung manusia dan Realitas adalah Panca Indra atau Indra Batin, bukan Akal jadi Esensi yang menggunakan akal sebagai alatnya tidak bisa langsung masuk ke Manusia. Karena itu Wujud sebagai yang Asli mengharuskan Hal pertama yang diketahui manusia dr Realitas adalah Wujud, yakni Wujud sebagai Ma’qulta Awwaliyah dan Mahiyah sebagai Ma’qulat Tsaniyah.

Analisis Masalah

Wujud sebagai yang Asli sebenarnya tidak berkaitan secara langsung dengan Ma’qulat Tsaniyah. Beberapa penjelasan diantaranya di:

– M.T.Misbah Yazdi dalam Ta’liq-nya atas Nihayat al-Hikmah di pembahasan Asolat al Wujud tentang makna Wujud menyatakan bahwa Wujud yang berarti Ma’qul Tsani keluar dari pembahasan Asolat al Wujud.

– Mulla Sadra di Masya’ir bahwa Wujud yang Asli adalah Hakikat atau Realitas yang diceritakan, bukan yang makna mental yang bagian dari Ma’qulat (Konsep).

– Ta’liq atas Asfar juz 2 halaman 232 tentang sisi Wujud yang dikelompokkan dalam Ma’qulat Tsaniyah bahwa Wujud hakiki, yang Asli itu bahkan tidak bisa menjadi Ma’qul apalagi Ma’qul Tsani.

Dari sini bisa dikatakan bahwa pernyataan ketidak-konsistenan antara:- Wujud itu yang Asli – dan Wujud sebagai Ma’qul Tsani, adalah muncul karena pencampuradukan pembahasan, yaitu Ontologi dan Epistemologi. Yakni pembahasan Wujud itu Asli adalah pembahasan Ontologi, sedang Wujud sebagai Ma’qul Tsani adalah Epistemologi. Wujud sebagai Ma’qul atau konsep adalah predikat dari konsep-konsep Esensi. Sedang Wujud sebagai yang Asli adalah Realitas ontologis.

Lalu apakah yang diambil manusia pertama dari Realitas adalah Esensi? Sebenarnya tidak, karena hal pertama yang datang pada manusia adalah Ilm Hudluri, hadirnya wujud obyek. Hal ini meski dalam pengetahuan inderawi. Sebagaimana dijelaskan dalam Usul al Falsafah wa al Manhaj al Waqi’i milik Allamah Thabathabai beserta Ta’liq Murtaza Muthahhari hlmn: 339-358.

Kemudian dari Wujud obyek melalui Ilm Hudluri itu, Akal mengabstrak Ma’qulat, baik Awwaliyah atau Tsaniyah, termasuk Wujud yang berupa Ma’qul tadi.

Tapi pengakuan bahwa hal pertama yang diambil manusia dari realitas adalah Wujud obyek pengetahuan dg Ilm Hudluri tidak berarti Wujud yang Asli menjadi Ma’qul Awwal. Karena Ma’qul adalah Konsep hasil abstraksi Akal, sedangkan pembahasan Wujud sebagai yang Asli tidak tentang konsep. Begitu juga Wujud yang datang dengan Ilm Hudluri ke manusia bukanlah Ma’qul karena Ilm Hudluri tidak berada di dunia konsep, sebagaimana penjelasan Murtaza muthahhari dalam Ta’liq Usus al Falsafah juz 1 hlmn: 342-343.

Kesimpulan

Perlunya memisahkan antara pembahasan dunia konsep dan dunia realitas, yakni  Epistemologi dan Ontologi meskipun keduanya sangat berhubungan.